Waqaf Tam, Kafi, Hasan, dan Qabih (Pengertian dan Contoh) | Ilmu Tajwid

Waqaf Tam, Kafi, Hasan, dan Qabih (Pengertian dan Contoh) | Ilmu Tajwid

Waqaf Tam, Kafi, Hasan, dan Qabih

Bila kita ingin pada kata tertentu ketika membaca Al-Qur’an, maka berhenti tersebut dinamakan waqaf ikhtiari (pilihan). Waqaf ikhtiari adalah waqaf yang dilakukan secara sengaja dan direncanakan pada akhir kata tertentu.

Waqaf Tam, Kafi, Hasan, dan Qabih (Pengertian dan Contoh) | Ilmu Tajwid


Waqaf ikhtiari terbagi empat bagian:

1. Tam (Sempurna)

Waqaf tam adalah berhenti pada suatu kata yang sempurna maknanya dan tidak ada hubungannya dengan kalimat/ayat berikutnya secara lafadz maupun makna. Kemudian ibtida’ dari kata setelah kata yang diwaqafkan.

Sebelumnya kita bahas dulu yang dimaksud dengan “sempurna makna”. Pengertian sempurna makna adalah suatu kalimat yang sudah utuh maknanya dan secara gramatikal kalau mubtada sudah ada khabarnya, fi’il sudah ada fa’ilnya, jawab sudah ada syaratnya, dll.

Adapun yang dimaksud hubungan secara lafadz adalah hubungan gramatikal/nahwu seperti mubtda’ dengan khabar, fiil dan fail, dll. Adapun yang dimaksud hubungan secara makna adalah tema dan konten dari ayat.

Contoh waqaf tam:

Al-Baqarah 5-6

...وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا...

Apabila kita waqaf di akhir ayat 5 dan ibtida’ di awal ayat 6 termasuk tam. Kedua ayat ini tidak berhubungan secara lafadz dan makna karena ayat 5 berisi tentang orang yang bertaqwa dan ayat 6 berisi tentang orang kafir. Begitu pula secara gramatikal tidak ada hubungannya.

2. Kafi (Cukup)

Waqaf kafi adalah berhenti pada suatu kata yang sempurna maknanya namun ada hubungannya dengan kalimat/ayat berikutnya secara makna namun tidak secara lafadz. Kemudian ibtida’ dari kata setelah kata yang diwaqafkan.

Contoh:

Al-Baqarah: 6-7

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (6) خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ...

Apabila kita waqaf di akhir ayat 6 dan ibtida’ di awal ayat 7 termasuk kafi. Kedua ayat ini sama-sama membahas tentang kriteria orang kafir namun secara gramatikal ayat 6 tidak berhubungan dengan ayat 7.

3. Hasan (Baik)

Waqaf hasan adalah berhenti pada suatu kata yang sempurna maknanya namun ada hubungannya dengan kalimat/ayat berikutnya secara makna dan secara lafadz. Kemudian ibtida’ dari kata setelah kata yang diwaqafkan.

Contoh:

Al-Fatihah 2-4

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)

Apabila kita waqaf di akhir tiga ayat di atas termasuk waqaf hasan. Ketiga ayat di atas semua berisi sifat Allah swt dan ayat 3 dan 4 adalah naat/shifat dari kata “Lillah”.

Contoh lainnya Al-Humazah 1-2:

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ (1) الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ (2)

Waqaf  pada akhir ayat 1 surat Al-Humazah termasuk hasan karena sudah sempurna makna dan karena ayat 2 merupakan penjelas ayat sebelumnya.

4. Qabih (Buruk)

Waqaf qabih adalah berhenti pada bacaan secara tidak sempurna maknanya dan tentunya masih ada hubungannya secara lafadz dan makna dengan kata/kalimat berikutnya. Waqaf ini harus dihindari karena bisa merusak makna dan maksud dari ayat tersebut. Kalau kita memahami bahasa Arab tentunya akan mudah untuk menghindari waqaf ini. Bagi yang belum memahami bahasa Arab hindari waqaf di huruf jar, mudhaf, fi’il yang belum ada failnya, mubtada’, dll.

Contoh:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا

Bila kita berhenti di kata “La yastahyi” ini merupakan waqaf qabih karena menyipati Allah dengan sifat tercela dan maknanya akan jelas bila diwashalkan.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ....

Contoh lainnya bila kita waqaf pada kata “illa” atau “laha”. Bila kita waqaf di kedua kata tersebut akan menimbulkan kerancuan makna.

=======

Lalu bagaimana ada kata yang tidak sempurna maknanya tapi ada di ujung ayat? Kalau berada ada di ujung ayat, maka berhenti saja. Akan tetapi, kita harus melanjutkan ke kata berikutnya. Artinya kita tidak boleh berhenti di kata yang tidak utuh maknanya dan tanpa melanjutkan ke ayat berikutnya. Contoh:

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْالَّذِيْنَ  (4) هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ (5)

Boleh berhenti di akhir ayat 4 karena ujung ayat walau belum utuh maknanya. Namun, tidak boleh berhenti di ayat 4 tanpa melanjutkan bacaan ke ayat berikutnya karena akan merusak makna.

=======

Sekian. Semoga bermanfaat!