Teori Ferdinand De Saussure
Teori Ferdinand De Saussure
5 min read
Ferdinand De Saussure (1858-1913) adalah seorang linguis
Swiss yang sering disebut-sebut sebagai Bapak atau Pelopor Linguistik Modern.
Bukunya yang terkenal Course de Linguistique Generale (1916) diterbitkan oleh
murid-muridnya, Bally dan Schehaye, berdasarkan catatan kuliah, setelah beliau
meninggal.
De Saussure disebut sebagai “Bapak Linguistik Modern” karena
pandangan pandangannya yang baru mengenai studi bahasa yang dimuat dalam
bukunya itu. Pandangan pandangannya itu antara lain mengenai :
(1) Telaah sinkronik dan diakronik dalam studi bahasa
(2) Perbedaan langue dan parole,
(3) Perbedaan signifianx dan signifie’, sebagai pembentuk signe’
lingustique,
(4) Hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif atau paradigmatik
De Saussure menjelaskan bahwa perilaku bertutur atau tindak
tutur (speech act) sebagai satu rangkaian hubungan antara dua orang atau lebih,
seperti antara A dengan B. Perilaku bertutur ini terdiri dari dua bagian
kegiatan yaitu bagian-luar dan bagian-dalam. Bagian-luar dibatasi oleh mulut
dan telinga sedangkan bagian-dalam oleh jiwa atau akal yang terdapat dalam otak
pembicara dan pendengar. Jika A berbicara maka B menjadi pendengar, dan jika B
berbicara maka A menjadi pendengar.
Di dalam otak penutur A terdapat konsep-konsep atau fakta-fakta
mental yang dihubungkan dengan bunyi-bunyi linguistik sebagai perwujudannya
yang digunakan untuk melahirkan atau mengeluarkan konsep-konsep tersebut. Baik
konsep maupun imaji bunyi itu terletak dalam satu tempat yaitu di pusat
penghubung yang berada di otak. Jika penutur A ingin mengemukakan sebuah konsep
kepada pendengar B, maka konsep itu “membukakan” pintu kepada pewujudnya yang
berupa imaji bunyi yang masih berada dalam otak dan merupakan fenomena
psikologis. Kemudian dengan terbukanya pintu imaji bunyi ini, otak pun mengirim
satu impuls yang sama dengan imaji bunyi itu kepada alat-alat ucap yang
mengeluarkan bunyi; dan ini merupakan proses fisiologis. Kemudian gelombang
bunyi itu bergerak dari mulut A melewati udara ke telinga B; dan ini merupakan
proses fisik. Dari telinga B gelombang bunyi bergerak terus masuk ke otak B
dalam bentuk impuls. Lalu terjadilah pula proses psikologis yang menghubungkan
imaji bunyi ini dengan konsep yang sama, seperti yang ada dalam otak A. Apabila
B berbicara clan A mendengarkan, maka proses yang sama akan terjadi pula.
Perhatikan bagan berikut.
PROSES BERTUTUR DAN MEMAHAMI
Dalam perilaku berbahasa ini dibedakan antara pelaksana
yaitu pusat penghubung penutur clan telinga pendengar yang keduanya sebagai
bagian yang aktif; clan penerima yaitu pusat penghubung pendengar dan telinga
penutur yang kedua sebagai bagian yang pasif.
De Saussure membedakan antara parole, langue, clan langage.
Ke tiganya bisa dipadankan dengan kata “bahasa” dalam bahasa Indonesia, tetapi
dengan pengertian yang sangat berbeda.
Parole adalah bahasa yang konkret yang keluar dari mulut
seorang pembicara. Jadi, karena sifatnya yang konkret itu maka parole itu bisa
didengar.
Langue adalah bahasa tertentu sebagai satu sistem tertentu
seperti bahasa Inggris atau bahasa Jawa menggunakan istilah bahasa. Jadi,
sifatnya abstrak; hanya ada dalam otak penutur bahasa yang bersangkutan.
Langage adalah bahasa pada umumnya sebagai alat interaksi
manusia seperti tampak dalam kalimat “Manusia punya bahasa, binatang tidak”.
Jadi, langage ini juga bersifat abstrak.
Menurut De Saussure linguistik murni mengkaji langue, bukan
parole maupun langage. Teori linguistik De Saussure tidak mengikutsertakan
parole. Alasan De Saussure mengkaji langue adalah sebagai berikut.
1. Langue bersifat sosial sedangkan parole bersifat individual.
Kedua sifat ini saling bertentangan. Langue berada di dalam otak. Belajar
langue bersifat sosial dalam pengertian sinkronik, sedangkan parole bersifat
idiosinkronik karena ditentukan secara perseorangan.
2. Langue itu bersifat abstrak dan tersembunyi di dalam otak
sedangkan parole selalu bergantung pada kemauan penutur dan bersifat
intelektual.
3. Langue adalah pasif sedangkan parole adalah aktif.
Jadi, menurut De Saussure
linguistik haruslah mengkaji langue karena langue adalah fakta sosial sedangkan
parole merupakan perlakuan individual, dan hanya merupakan embrio dari langage.
Dengan kata lain, apa yang keluar dari mulut penutur dalam bentuk
kalimat-kalimat selalu berubah-ubah dan bersifat idiosinkretis. Oleh karena
itu, tidak layak dijadikan bahan kajian linguistik. Sebaliknya, di kalangan
anggota masyarakat yang dipertalikan satu sama lain oleh langue akan tercipta
suatu average yang merupakan tanda atau lambang yang sama dan berpola; dan
digabungkan dengan konsep-konsep yang sama dan berpola, serta tidak
berubah-ubah dari satu individu ke individu lain. Maka inilah yang layak
dijadikan objek kajian linguistik. Oleh karena itu, langue menurut definisi De
Saussure adalah satu sistem tanda atau lambang yang arbitrer, dan digunakan
untuk menyatakan ide-ide, dan mempunyai aturan-aturan. Dengan kata lain, langue
merupakan satu sistem nilai murni yang terdiri dari pikiran yang tersusun yang
digabungkan dengan bunyi.
Tanda linguistik seperti yang
disebutkan dalam definisi di atas mempersatukan sebuah konsep dengan sebuah
imaji bunyi. Jadi, bukan mempersatukan nama dengan benda seperti nama pohon
dengan sebuah pohon sebagai bendanya.
Dalam hal ini yang dimaksud
dengan imaji bunyi bukanlah bunyi dalam bentuk benda atau fisik, tetapi
“cetakan” psikologis dari bunyi itu atau pengaruhnya pada pancaindra kita.
Jadi, baik imaji bunyi maupun konsep adalah sesuatu yang abstrak. Oleh karena
itu pula, De Saussure tidak berpendapat bahwa kata terdiri dari fonem atau
fonem-fonem, melainkan terdiri dari imaji-imaji bunyi. Fonem itu sendiri
terjadi sebagai kegiatan vokal yang merupakan realisasi imaji-dalam ketika
bertutur. Yang paling penting pada teori linguistik De Saussure adalah mengenai
signe’ linguistique atau tanda Linguistik karena bahasa merupakan.
4. Sebuah sistem tanda. Menurut De Saussure tanda linguistik adalah
sebuah maujud psikologis yang berunsur dua yaitu signifie’ atau konsep atau
petanda; dan signifiant atau imaji bunyi atau penanda. Kedua unsur ini,
signifie’ dan signifiant terikat erat sehingga yang satu selalu mengingatkan
yang lain, atau sebaliknya.
Ada beberapa ciri dari signe’ linguistique ini yaitu sebagai
berikut.
Pertama, tanda linguistik bersifat arbitrer, maksudnya,
hubungan antara satu petanda/konsep dengan satu penanda/imaji bunyi bersifat
kebetulan. Namun, tanda linguistik itu tidak dapat diubah (immutable); tetapi
sistem bahasa dapat berubah.
Kedua, penanda (signifiant) dari suatu signe’ linguistique
itu merupakan satu bentangan (span) yang dapat diukur dalam satu dimensi atau
merupakan satu garis, satu perpanjangan. Ini berarti bahwa bahasa dapat
dianggap sebagai satu deretan atau urutan (sequence).
Ketiga, signe’ linguistique mempunyai pergandaan yang tidak
dapat dihitung. Dengan kata lain tanda linguistik jumlahnya tidak terbatas.
Menurut De Saussure metode yang sesuai dalam analisis
linguistik adalah segmentasi dan klasifikasi. Dengan kedua metode ini seorang
linguis akan menentukan pola-pola untuk mengklasifikasikan unit-unit yang
dianalisis. Pola-pola itu bisa sintagmatik, yaitu pola yang tersusun
berturut-turut dalam satu arus ujaran, atau juga paradigmatik, yaitu
hubungan-hubungan antara unit-unit yang menduduki tempat yang sama dalam arus
ujaran.
Pembentukan kalimat menurut De Saussure bukanlah semata-mata
urusan langue, tetapi lebih banyak menyangkut urusan parole. Pembentukan kalimat
merupakan satu proses penciptaan bebas, tidak dibatasi oleh rumus-rumus
linguistik, kecuali dalam hal yang menyangkut bentuk kata dan pola bunyi.
Posting Komentar